Sabtu, 02 Mei 2009

BUDIDAYA TERNAK JANGKRIK ( Gryllus mitratus Burm )

1. SEJARAH SINGKAT
Dewasa ini pada masa krisis ekonomi di Indonesia, budidaya jangkrik
(Liogryllus Bimaculatus) sangat gencar, begitu juga dengan seminar-seminar
yang diadakan dibanyak kota. Kegiatan ini banyak dilakukan mengingat waktu
yang dibutuhkan untuk produksi telur yang akan diperdagangkan hanya
memerlukan waktu ± 2-4 minggu. Sedangkan untuk produksi jangkrik untuk
pakan ikan dan burung maupun untuk diambil tepungnya, hanya memerlukan 2-
3 bulan. Jangkrik betina mempunyai siklus hidup ± 3 bulan, sedangkan jantan
kurang dari 3 bulan. Dalam siklus hidupnya jangkrik betina mampu
memproduksi lebih dari 500 butir telur.
Penyebaran jangkrik di Indonesia adalah merata, namun untuk kota-kota besar
yang banyak penggemar burung dan ikan, pada awalnya sangat tergantung
untuk mengkonsumsi jangkrik yang berasal dari alam, lama kelamaan dengan
berkurangnya jangkrik yang ditangkap dari alam maka mulailah dicoba untuk
membudidayakan jangkrik alam dengan diternakkan secara intensif dan usaha
ini banyak dilakukan dikota-kota dipulau jawa.
2. SENTRA PERIKANAN
Telah diutarakan didepan bahwa untuk sementara ini, sentra peternakan
jangkrik adalah dikota-kota besar dipulau jawa karena kebutuhan dari jangkrik
sangat banyak. Sedangkan diluar pulau jawa sementara ini masih banyak
didapatkan dari alam, sehingga belum banyak peternakan-peternakan jangkrik.
3. JENIS
Ada lebih dari 100 jenis jangkrik yang terdapat di Indonesia. Jenis yang banyak
dibudidayakan pada saat ini adalah Gryllus Mitratus dan Gryllus testaclus,
untuk pakan ikan dan burung. Kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk
tubuhnya, dimana Gryllus Mitratus wipositor-nya lebih pendek disamping itu
Gryllus Mitratus mempunyai garis putih pada pinggir sayap punggung, serta
penampilannya yang tenang.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
4. MANFAAT
Jangkrik segar yang sudah diketahui baik untuk pakan burung berkicau seperti
poksay, kacer dan hwambie serta untuk pakan ikan, baik juga untuk
pertumbuhan udang dan lele dalam bentuk tepung.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi budidaya harus tenang, teduh dan mendapat sirkulasi udara yang
baik.
2) Lokasi jauh dari sumber-sumber kebisingan seperti pasar, jalan raya dan lain
sebagainya.
3) Tidak terkena sinar matahari secara langsung atau berlebihan.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Menurut Farry, 1999, ternak jangkrik merupakan jenis usaha yang jika tidak
direncanakan dengan matang, akan sangat merugikan usaha. Ada beberapa
tahap yang perlu dilakukan dalam merencanakan usaha ternak jangkrik, yaitu
penyusunan jadwal kegiatan, menentukan struktur organisasi, menentukan
spesifikasi pekerjaan, menetapkan fasilitas fisik, merencanakan metoda
pendekatan pasar, menyiapkan anggaran, mencari sumber dana dan
melaksanakan usaha ternak jangkrik.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Karena jangkrik biasa melakukan kegiatan diwaktu malam hari, maka kandang
jangkrik jangan diletakkan dibawah sinar matahari, jadi letakkan ditempat yang
teduh dan gelap. Sebaiknya dihindarkan dari lalu lalang orang lewat terlebih lagi
untuk kandang peneluran.
Untuk menjaga kondisi kandang yang mendekati habitatnya, maka dinding
kandang diolesi dengan lumpur sawah dan diberikan daun-daun kering seperti
daun pisang, daun timbul, daun sukun dan daun-daun lainnya untuk tempat
persembunyian disamping untuk menghindari dari sifat kanibalisme dari
jangkrik. Dinding atas kandang bagian dalam sebaiknya dilapisi lakban keliling
agar jangkrik tidak merayap naik sampai keluar kandang.
Disalah satu sisi dinding kandang dibuat lubang yang ditutup kasa untuk
memberikan sirkulasi udara yang baik dan untuk menjaga kelembapan
kandang. Untuk ukuran kotak pemeliharaan jangkrik, tidak ada ukuran yang
baku. Yang penting sesuai dengan kebutuhan untuk jumlah populasi jangkrik
tiap kandang. Menurut hasil pemantauan dilapangan dan pengalaman
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
peternak, bentuk kandang biasanya berbentuk persegi panjang dengan
ketinggian 30-50 cm, lebar 60-100 cm sedangkan panjangnya 120-200 cm.
Kotak (kandang) dapat dibuat dari kayu dengan rangka kaso, namun untuk
mengirit biaya, maka dinding kandang dapat dibuat dari triplek. Kandang
biasanya dibuat bersusun, dan kandang paling bawah mempunyai minimal
empat kaki penyangga. Untuk menghindari gangguan binatang seperti semut,
tikus, cecak dan serangga lainnya, maka keempat kaki kandang dialasi
mangkuk yang berisi air, minyak tanah atau juga vaseline (gemuk) yang
dilumurkan ditiap kaki penyangga.
6.2. Pembibitan
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Bibit yang diperlukan untuk dibesarkan haruslah yang sehat, tidak sakit, tidak
cacat (sungut atau kaki patah) dan umurnya sekitar 10-20 hari. Calon induk
jangkrik yang baik adalah jangkrik-jangkrik yang berasal dari tangkapan alam
bebas, karena biasanya memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik. Kalaupun
induk betina tidak dapat dari hasil tangkapan alam bebas, maka induk dapat
dibeli dari peternakan. Sedangkan induk jantan diusahakan dari alam bebas,
karena lebih agresif.
Adapun ciri-ciri indukan, induk betina, dan induk jantan yang adalah sebagai
berikut:
a. Indukan:
- sungutnya (antena) masih panjang dan lengkap.
- kedua kaki belakangnya masih lengkap.
- bisa melompat dengan tangkas, gesit dan kelihatan sehat.
- badan dan bulu jangkrik berwarna hitam mengkilap.
- pilihlah induk yang besar.
- dangan memilih jangkrik yang mengeluarkan zat cair dari mulut dan
duburnya apabila dipegang.
b. Induk jantan:
- selalu mengeluarkan suara mengerik.
- permukaan sayap atau punggung kasar dan bergelombang.
- tidak mempunyai ovipositor di ekor.
- Induk betina:
- tidak mengerik.
- permukaan punggung atau sayap halus.
- ada ovipositor dibawah ekor untuk mengeluarkan telur.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Perawatan jangkrik yang sudah dikeluarkan dari kotak penetasan berumur
10 hari harus benar-benar diperhatikan dan dikontrol makanannya, karena
pertumbuhannya sangat pesat. Sehingga kalau makanannya kurang, maka
anakan jangkrik akan menjadi kanibal memakan anakan yang lemah. Selain
itu perlu juga dikontrol kelembapan udara serta binatang pengganggu, yaitu,
semut, tikus, cicak, kecoa dan laba-laba. Untuk mengurangi sifat kanibal dari
jangkrik, maka makanan jangan sampai kurang. Makanan yang biasa
diberikan antara lain ubi, singkong, sayuran dan dedaunan serta diberikan
bergantian setiap hari.
3) Sistem Pemuliabiakan
Sampai saat ini pembiakan Jangkrik yang dikenal adalah dengan
mengawinkan induk jantan dan induk betina, sedangkan untuk bertelur ada
yang alami dan ada juga dengan cara caesar. Namun risiko dengan cara
caesar induk betinanya besar kemungkinannya mati dan telur yang diperoleh
tidak merata tuanya sehingga daya tetasnya rendah.
4) Reproduksi dan Perkawinan
Induk dapat memproduksi telur yang daya tetasnya tinggi ± 80-90 % apabila
diberikan makanan yang bergizi tinggi. Setiap peternak mempunyai ramuanramuan
yang khusus diberikan pada induk jangkrik antara lain: bekatul
jagung, ketan item, tepung ikan, kuning telur bebek, kalk dan kadang-kadang
ditambah dengan vitamin.
Disamping itu suasana kandang harus mirip dengan habitat alam bebas,
dinding kandang diolesi tanah liat, semen putih dan lem kayu, dan diberi
daun-daunan kering seperti daun pisang, daun jati, daun tebu dan serutan
kayu.
Jangkrik biasanya meletakkan telurnya dipasir atau tanah. Jadi didalam
kandang khusus peneluran disiapkan media pasir yang dimasukkan dipiring
kecil. Perbandingan antara betina dan jantan 10 : 2, agar didapat telur yang
daya tetasnya tinggi. Apabila jangkrik sudah selesai bertelur sekitar 5 hari,
maka telur dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan induknya kemudian
kandang bagiab dalam disemprot dengan larutan antibiotik
(cotrymoxale).Selain peneluran secara alami, dapat juga dilakukan peneluran
secara caesar. Akan tetapi kekurangannya ialah telur tidak merata
matangnya (daya tetas).
5) Proses kelahiran
Sebelum penetasan telur sebaiknya terlebih dahulu disiapkan kandang yang
permukaan dalam kandang dilapisi dengan pasir, sekam atau handuk yang
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
lembut. Dalam satu kandang cukup dimasukkan 1-2 sendok teh telur dimana
satu sendok teh telur diperkirakan berkisar antara 1.500-2.000 butir telur.
Selama proses ini berlangsung warna telur akan berubah warna dari bening
sampai kelihatan keruh. Kelembaban telur harus dijaga dengan menyemprot
telur setiap hari dan telur harus dibulak-balik agar jangan sampai berjamur.
Telur akan menetas merata sekitar 4-6 hari.
6.3. Pemeliharaan
1) Sanitasi dan Tindakan Preventif
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa dalam pengelolaan peternakan jangkrik
ini sanitasi merupakan masalah yang sangat penting. Untuk menghindari
adanya zat-zat atau racun yang terdapat pada bahan kandang, maka
sebelum jangkrik dimasukkan kedalam kandang, ada baiknya kandang
dibersihkan terlebih dahulu dan diolesi lumpur sawah. Untuk mencegah
gangguan hama, maka kandang diberi kaki dan setiap kaki masing-masing
dimasukkan kedalam kaleng yang berisi air.
2) Pengontrolan Penyakit
Untuk pembesaran jangkrikn dipilih jangkrik yang sehat dan dipisahkan dari
yang sakit. Pakan ternak harus dijaga agar jangan sampai ada yang
berjamur karena dapat menjadi sarang penyakit. Kandang dijaga agar tetap
lembab tetapi tidak basah, karena kandang yang basah juga dapat
menyebabkan timbulnya penyakit.
3) Perawatan Ternak
Perawatan jangkrik disamping kondisi kandang yang harus diusahakan sama
dengan habitat aslinya, yaitu lembab dan gelap, maka yang tidak kalah
pentingnya adalah gizi yang cukup agar tidak saling makan (kanibal).
4) Pemberian Pakan
Anakan umur 1-10 hari diberikan Voor (makanan ayam) yang dibuat
darikacang kedelai, beras merah dan jagung kering yang dihaluskan. Setelah
vase ini, anakan dapat mulai diberi pakan sayur-sayuran disamping jagung
muda dan gambas.
Sedangkan untuk jangkrik yang sedang dijodohkan, diberi pakan antara lain :
sawi, wortel, jagung muda, kacang tanah, daun singkong serta ketimun
karena kandungan airnya tinggi. Bahkan ada juga yang menambah pakan
untuk ternak yang dijodohkan anatar lain : bekatul jagung, tepung ikan, ketan
hitam, kuning telur bebek, kalk dan beberapa vitamin yang dihaluskan dan
dicampur menjadi satu.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5) Pemeliharaan Kandang
Air dalam kaleng yang terdapat dikaki kandang, diganti setiap 2 hari sekali
dan kelembapan kandang harus diperhatikan serta diusahakan agar bahaya
jangan sampai masuk kedalam kandang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1.Penyakit, Hama dan Penyebabnya
Sampai sekarang belum ditemukan penyakit yang serius menyerang jangkrik.
Biasanya penyakit itu timbul karena jamur yang menempel di daun. Sedangkan
hama yang sering mengganggu jangkrik adalah semut atau serangga kecil,
tikus, cicak, katak dan ular.
7.2. Pencegahan Serangan Hama dan Penyakit
Untuk menghindari infeksi oleh jamur, maka makanan dan daun tempat
berlindung yang tercemar jamur harus dibuang. Hama pengganggu jangkrik
dapat diatasi dengan membuat dengan membuat kaleng yang berisi air, minyak
tanah atau mengoleskan gemuk pada kaki kandang.
7.3. Pemberian Vaksinasi dan Obat
Untuk saat ini karena hama dan penyakit dapat diatasi secara prefentif, maka
penyakit jangkrik dapat ditekan seminimum mungkin. Jadi pemberian obat dan
vaksinasi tidak diperlukan.
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Peternak jangkrik dapat memperoleh 2 (dua) hasil utama yang nilai
ekonomisnya sama besar, yaitu: telur yang dapat dijual untuk peternak lainnya
dan jangkrik dewasa untuk pakan burung dan ikan serta untuk tepung jangkrik.
8.2. Penangkapan
Telur yang sudah diletakkan oleh induknya pada media pasir atau tanah,
disaring dan ditempatkan pada media kain yang basah. Untuk setiap lipatan
kain basah dapat ditempatkan 1 sendok teh telur yang kemudian untuk diperjual
belikan.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Sedangkan untuk jangkrik dewasa umur 40-55 hari atau 55-70 hari dimana
tubuhnya baru mulai tumbuh sayap, ditangkap dengan menggunakan tangan
dan dimasukkan ketempat penampungan untuk dijual.
9. PASCAPANEN

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya telur jangkrik sebanyak 10 kotak untuk 1 periode
pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Biaya Produksi
a. Biaya Tidak Tetap
- Indukan
- Induk Jantan 1.000 ekor @ Rp.700,- Rp . 700.000,-
- Induk Betina 5.000 ekor @ Rp. 500,- Rp. 2.500.000,-
- Makanan dan Vitamin
- Sayuran Rp. 100.000,-
- Konsentrat 10 kg @ Rp.5.000,- Rp. 50.000,-
- Vitamin 10 btl @ Rp. 5.000,- Rp. 50.000,-
- Tenaga Kerja 60 HOK @ Rp. 10.000,- Rp. 600.000,-
b. Biaya Tetap
- Bunga modal Investasi 20 %/ th Rp. 118.916,67
- Bunga biaya tidak tetap 20 %/ th Rp. 133.333,33
- Penyusutan kotak Rp. 38.583,33
- Penyusutan alat Rp. 7.875,-
- Pemeliharaan kotak + alat 5 %/ th Rp. 2.322,92
- Sewa Lokasi Rp. 250.000,-
- Listrik Rp. 50.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 4.601.031,25,-
2) Pendapatan 830 sdm @ Rp. 10.000,- Rp. 8.300.000,-
3) Keuntungan Rp. 3.698.968,75
4) Parameter kelayakan usaha
- B/C ratio = 1,8
Berikut ini adalah analisis usaha pembesaran jangkrik sebanyak 100 kotak
untuk 1 periode pada tahun 1999.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
1) Biaya Produksi
a. Biaya Tidak Tetap
- Telur 100 sdk @ Rp.10.000,- Rp. 1.000.000,-
- Makanan dan Vitamin
- Sayuran Rp. 300.000,-
- Konsentrat50 kg @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Vitamin50 btl @ Rp. 5.000,- Rp. 250.000,-
- Tenaga Kerja300 HOK @ Rp.10.000,- Rp. 3.000.000,-
b. Biaya Tetap
- Bunga modal Investasi 20 %/ th Rp. 360.800,-
- Bunga biaya tidak tetap 20 %/ th Rp. 240.000,-
- Penyusutan kotak Rp. 455.625,-
- Penyusutan alat + bahan Rp. 71.375,-
- Pemeliharaan kotak 5 %/ th Rp. 52.700,-
- Sewa Lokasi Rp. 375.000,-
- Listrik Rp. 50.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 6.404.700,-
2) Penghasilan 830 sdm @ Rp. 10.000,- Rp.12.000.000,-
3) Keuntungan Rp. 5.595.300,-
4) Parameter kelayakan usaha
- B/C ratio = 1,87
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Penggunaan pestisida yang selama ini didapati pada lahan-lahan pertanian
merupakan salah satu penyebab berkurangnya populasi jangkrik, demikian juga
penangkapan jangkrik dialam yang dilakukan selama ini membuat penurunan
drastis jumlah populasinya.
Dengan alasan-alasan tersebut dan naiknya permintaan jangkrik, maka
peternak tidak membiarkan begitu saja kesempatan untuk memperoleh
keuntungan dengan membudidayakan jangkrik dengan intensif karena dengan
waktu yang relatif singkat untuk memelihara jangkrik sudah mendapat
keuntungan yang berlipat ganda.
Dengan semakin banyaknya peternak-peternak jangkrik ini, permintaan untuk
telur jangkrik semakin besar juga, jadi banyak peternak yang hanya
memproduksi telur jangkrik karena resikonya lebih kecil dan lebih cepat lagi
mendapatkan laba untuk sekitar 25-30 hari, dibandingkan proses pembesaran
sampai dengan 3 bulan.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Anonim, Bisnis Telur Jangkrik, Info Peluang No. 33, Edisi 1 Juli 1999
2) ----------, Beternak Jangkrik Ala Samin, Info Agribisnis Trubus No.354, Edisi
Mei 1999
3) ----------, Jangkrik Peliha Untuk Tangkar, Info Agribisnis Trubus No. 355, Edisi
Juni - 1999.
4) ----------, Langkah Demi Langkah Beternak Jangkrik Produktif, Info Agribisnis
Trubus-No. 356, Edisi Juli 1999.
5) Adihendro, Rahasia Beternak Jangkrik, Ardy Agency, Jakarta, 1999.
6) Arnett, Russ H., Jr. and Richard L. Jacques., Jr, Guide To Insects ( New York
: Simon - and Schuster Inc., 1981)
7) Borror, Donald J., Charles A. Triplehorn, Norman F. Johnson, Pengenalan
Pelajaran -
8) Serangga, Edisi 6, terjemahan Soetiyono Partosoedjono ( Yagyakarta;
Universitas-Gajah Mada Press, 1992 ).
9) Paimin B. Farry dan Pudjastuti L.E, Sukses Beternak Jangkrik, Penebar
Swadaya, Jakarta, 1999.

BUDIDAYA KODOK

1. SEJARAH SINGKAT
Budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara beriklim
panas maupun beriklim 4 musim. Tercatat negara-negara Eropa yang telah
membudidayakan kodok antara lain : Prancis, Belanda, Belgia, Albania,
Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark dan Yunani, Amerika Serikat dan
Meksiko. Sedangkan di Asia, Cina, Bangladesh, Indonesia, Turki, India dan
Hongkong yang telah membudidayakan kodok.
Sejarah kodok tidak diketahui asalnya, karena hampir ditemukan di manamana,
karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekitarnya. Kodok yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Rana catesbeiana
) berasal dari Taiwan, kendati kodok itu semula berasal dari Amerika Selatan.
2. SENTRA PERIKANAN
Mulanya uji coba budidaya kodok dilakukan di Klaten (Balai bibit ikan), yang
kemudian meluas ke Jawa tengah. Di Jawa Barat pembudidayaan kodok
banyak ditemui di daerah pesisir Utara, disamping membudidayakan kodok
masyarakat pesisir Utara juga menangkap dari alam. Kemudian di Sumatera
Barat dan Bali juga merupakan sentra pembudidayaan kodok.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 2/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
3. JENIS
Kodok tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi tanpa ekor. Pada
ordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies.
Terdapat 4 jenis kodok asli Indonesia yang di konsumsi oleh masyarakat kita
yaitu:
1) Rana Macrodon (kodok hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol
coklat kehijauan dan tumbuh mencapai 15 cm.
2) Rana Cancrivora (kodok sawah ), hidup di sawah-sawah dan badannya
dapat mencapai 10 cm, badan berbercak coklat dibadannya.
3) Rana Limnocharis (kodok rawa), mempunyai daging yang rasanya paling
enak, ukurannya hanya 8 cm.
4) Rana Musholini (kodok batu/raksasa). Hanya terdapat di Sumatera, terutama
Sumatera Barat. mencapai berat 1.5 kg. Dan panjang mencapai 22 cm.
4. MANFAAT
Daging kodok adalah sumber protein hewani yang tinggi kandungan gizinya.
Limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat
dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam. Kulit kodok yang
telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit kodok. Kepala
kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan
dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam pembuahan buatan. Daging
kodok dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Ketinggian lokasi yang ideal untuk budidaya kodok adalah 1600 dpl.
2) Tanah tidak terlalu miring namun dan tidak terlalu datar, kemiringan ideal 1-
5%, artinya dalam jarak 100 m jarak kemiringan antara ujung-ujungnya 1-5
m.
3) Air yang jernih atau sedikit tercampur lumpur tersedia sepanjang masa. Air
yang jernih akan memperlancar proses penetasan telur.
4) Kodok bisa hidup di air yang bersuhu 2–35 drajat C. Suhu saat penetasan
telur ialah anata 24–27 derajat C, dengan kelembaban 60–65%.
5) Air mengandung oksigen sekitar 5-6 ppm, atau minimum 3 ppm.
Karbondioksida terlarut tidak lebih dari 25 ppm.
6) Dekat dengan sumber air dan diusahakan air bisa masuk dan keluar dengan
lancar dan bebas dari kekeringan dan kebanjiran.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 3/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Persiapan Sarana dan Peralatan
1) Kolam
Dalam proses pembuatan kolam, tidak boleh hanya menggali atau
menimbun saja melainkan harus menggabungkan keduanya sehingga akan
mendapatkan bentuk dan konstruksi kolam yang ideal.
Untuk memasukkan air ke dalam kolam diperlukan saluran yang
konstruksinya dibuat dari pasangan bata merah atau batako yang diperkuat
dengan semen dan pasir. Bentuk dari saluran ini biasanya trapesium terbalik
dan pada beberapa tempat pemasukan air ke kolam dibuat kobakan kecil
untuk menjebak air agar mudah masuk kedalam kolam-kolam.
Kolam yang diperlukan antara lain: kolam perawatan kodok, kolam
penampungan induk sebelum dikawinkan, kolam pemijahan, kolam
penetasan, kolam perawatan kecebong, kolam pembesaran percil dan kolam
pembesaran kodok remaja. Kebutuhan kolam ini masih ditambah dengan
kolam pemeliharaan calon induk.
a. Kolam Perawatan Kodok
Luasnya 15 meter persegi dengan ukuran 3 x 5 m, yang terdiri dari dinding
tembok 0,40 m dan dinding kawat plastik setinggi 1 m, lantainya terbuat
dari semen dan bata yang terdiri dari 2/3 bagian kolam terisi air setinggi
10-15 cm dan 1/3 bagian kering.
b. Kolam Pemijahan.
Kolam dibuat dari semen dan diatasnya dinding kawat plastik. Kedalaman
air di kolam ini sekitar 0,30–0,40 m dan ditengahnya dibuatkan daratan.
Padat pemeliharaan 15 ekor setiap meter perseginya, dengan
perbandingan tiga betina dan satu jantan.
Supaya lebih nyaman, sebaiknya lantai daratan tengah tidak berlumpur,
dan kolam ditanami enceng gondok. sediakan makanan berupa ikan
kecil, ketam dan bekicot Masa kawin ditandai dengan suara merdu. Tak
lama kemudian, telur mereka mengambang di air kolam dan segera
dipindahkan ke kolam penetasan.
c. Kolam Penetasan
Kolam penetasan dibuat beberapa buah, dari tembok dengan air sedalam
30 cm dan air mengalir atau diberi aerasi yang luas. Luas kolam
seluruhnya 10 m2 .
d. Kolam Kecebong
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 4/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Terdiri dari beberapa kolam yang masing-masing luasnya berkisar anta 5
m2–6 m2, dengan dasar lantai terbuat dari semen.
e. Kolam Kodok Muda
Di kolam ini kodok yang dipelihara berumur kurang dari 2 bulan. Dibuat
beberapa buah dengan masing-masing luasnya 15 m2, dengan dinding
tembok dan kawat. Lantai miring dengan daerah air 1/3 bagian dengan
kedalaman 15–35 Cm.
f. Kolam Kodok Dewasa.
Pada kolam ini kodok sudah berusia antara 2–6 bulan. Kolam yang
diperlukan terdiri dari 2, dengan masing masing luas kira–kira 20 m2 ,
dengan konstruksi dasar dan dinidng tembok dan kawat. Kedalaman air
yang diperlukan antara 30–40 Cm.
2) Mempersiapkan Kolam Produksi
Bila lantai dasar kolam terbuat dari tanah, dasar kolam diolah dan dicangkulcangkul
dan ditebari pupuk sampai dianggap siap huni. Kolam dibiarkan dulu
tidak terpakai selama sebulan. Selama itu kolam dimasukkan air, didiamkan
dan dikeluarkan berulang-ulang. Persiapkan alat-alat untuk membuat hujan
buatan, baik dari drum bekas maupun dengan menggunakan springkel
karena untuk proses perkawinan kodok biasanya terjadi pada masa
penghujan.
Sebaiknya kolam ditanami teratai, eceng gondok, genjer dan ganggang yang
berfungsi untuk tempat biang kodok bercumbu rayu dan menempelkan
telurnya serta meningkatkan kualitas air kolam dan mempertinggi kandungan
oksigen.
6.2. Pembibitan
Untuk pembudidayaan kodok yang banyak dicari adalah dari jenis kodok
banteng Amerika (Bull frog), diamping rasanya enak juga beratnya bisa sampai
1,5 kg. Bisa juga jenis kodok batu dari Sumatera Barat yang sampai saat ini
belum dibudidayakan secara optimal, karena masyarakat masih mengambilnya
dari alam.
Adapun syarat ternak yang baik adalah bibit dipilih yang sehat dan matang
kelamin. Sehat, tidak cacat, kaki tidak bengkok dan normal kedudukannya,
serta gaya berenang seimbang. Pastikan kaki kodok tidak mengidap penyakit
kaki merah ( red legs ).
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Pilihlah kodok yang sehat dan berukuran besar. Disamping itu perhatikan
juga tanda-tanda kelamin sekundernya. Pisahkan induk berdasarkan jenis
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 5/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
kelaminnya. Pemisahan dilakukan sekitar 1–2 hari dimaksudkan untuk lebih
merangsang nafsu diantara mereka apabila saatnya mereka dipertemukan.
Untuk induk-induk yang hendak dikawinkan sebaiknya diberikan makanan
cincangan daging bekicot yang masih segar dan makanan buatan lainnya.
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Induk jantan dan betina berumur 4 bulan disuntik perangsang pertumbuhan
Gonadotropin intramuskular dengan dosis 200-250 IU/ekor/bulan.
3) Sistem Pemijahan
a. Secara Alami
Induk jantan dan betina yang telah dipisah selama 1-2 hari disatukan di
kolam pemijahan. Ikan liar dapat mengganggu hasil pemijahan.
Perhatikan agar telur kodok tidak ikut terbuang air pembuangan. Di sore
atau pagi hari pada saat suhu mulai menurun, barulah kita perlu
membantu kelancaran proses pemijahan, yaitu dengan membuat hujan
buatan.
b. Sistem Hipofisasi
Cara mutakhir untuk memijahkan kodok adalah dengan cara sistem kawin
suntik menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa untuk merangsang kodok
agar kawin sesuai waktu yang kita inginkan. Dengan sistem ini kita bisa
mengintensifkan pembenihan, mengurangi kematian, merawat telur-telur
kodok yang telah dibuahi dalam tempat tersendiri, memberi jaminan
bahwa telur-telur akan terbuahi oleh sperma seluruhnya dan tidak
memerlukan hujan buatan.
Penyuntikan pada tubuh betina lazimnya pada punggung, rongga perut
dan bagian kepala. cara penyuntikan pada rongga perut banyak dipilih.
4) Reproduksi dan Perkawinan
Kodok yang hendak disuntik ditampung pada akuarium yang diberi sedikit air
dan ditutup dengan kawat kasa untuk memudahkan penangkapan. kodokkodok
tersebut telah cukup umur dan dalam keadaan matang telur. Saat
penyuntikan kodok dibalut dengan kain hapa agar tidak meronta.
Kodok yang telah disuntik kemudian dilepas dalam akuarium lain dan
dipantau setiap jam. Setelah 12 jam, kodok tadi disuntik kembali agar
mereka mampu bertelur seluruhnya. Setelah yang betina 2 kali disuntik dan
menunjukkan akan bertelur, maka kita mempersiapkan testis dari induk
jantan. Sperma dikeluarkan dari testis dengan cara memotongnya dengan
jarum kecil yang tajam dan dimasukkan ke cawan petri yang sudah diisi
dengan air kolam yang bersih. Setelah air dalam cawan menjadi keruh dan
testis sudah kosong, maka cairan testis dibiarkan selama 10 menit dalam
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 6/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
suhu ruangan. Jika sperma aktif (dapat kita lihat dibawah mikroskop), maka
kodok betina bertelur diurut perutnya agar telurnya keluar. Telur diusahakan
jatuh di atas cairan sperma, lalu digoyang-goyangkan dan biarkan selama
beberapa menit. Telur yang mengalami pembuahan akan mengalami rotasi.
Telur kemudian ditetaskan dan airnya diganti setiap hari dengan menjaga
suhu pada kisaran 24-27 derajat C dan pH air juga diamati.
Pada sistem secara alamiah, digunakan hujan buatan untuk merangsang
proses perkawinan kodok, sebagaimana dijelaskan diatas.
6.3. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan pada setiap tahap pertumbuhan kodok, Pertumbuhan
dan kesehatan kodok terrgantung pada makanan dan kecocokan tempat
tinggalnya. Kodok diberi makan 1 kali sehari, air di kolam diganti dan
dibersihkan seminggu sekali.
1) Sanitasi dan Tindakan Preventif
Telur yang sudah dibuahi, dipindahkan pada kolam penetasan. Kolam
dibersihkan dari hama dan kotoran sebelum digunakan. Telur harus
dipisahkan dari induknya sehingga telur tidak terganggu proses
penetasannya dan tidak dimakan oleh induknya. Memindahkan telur jangan
sampai pecah sarangnya atau lendirnya. Telur-telur akan menetas setelah
48–72 jam pada suhu air 24–27 derajat C. Bila sudah menetas dipelihara
pada kolam yang sama selama 10 hari.
2) Perawatan Ternak
Kodok muda yang telah mengalami metamorphose ditempatkan pada kolam
permanen. Pemasukan dan pengeluaran air harus diberi penyaring untuk
menghindari hama dan mencegah kodok lepas ke peraiaran umum. Padat
penebaran 50-100 ekor/m2. Bila kita memelihara jenis kodok banteng yang
tidak suka makanan yang tidak bergerak, makanan harus diletakkan dibawah
aliran air/pancuran. Setelah berumur 3 bulan, kodok diseleksi berdasarkan
kaki belakang, kulit dan ukuran badannya. Jumlah yang di seleksi 20% dari
total dan dipindahkan ke kolam calon induk, sedangkan sisanya tetap
dipelihara sampai masa panen pada umur 4-5 bulan.
Kodok dewasa (matang gonada) untuk bibit unggul, baik jantan maupun
betina di suntik dengan kelenjar hiphopisa kodok sebanyak 1 dosis.
Penyuntikan dilakukan 1 bulan sekali (bila memakai sistem hiphopisa) dan
padat tanam sebanyak 20-25 ekor/m2.
3) Pemberian Pakan
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 7/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Terdapat berbagai macam makanan yang dapat diberikan untuk kodok di
kolam pembesaran persil maupun di kolam pembesaran kodok remaja.
Makanan percil sampai kodok dewasa berupa cincangan daging bekicot,
cincangan daging ikan, ulat, belatung, serangga, mie, bakso dan berbagai
benih ikan serta ketam-ketaman kecil dan lainnya.
Dapat juga diberikan makanan buatan, dengan meramu makanan buatan
kita bisa menyusun sesuai dengan tingkat umur kodok, yang terkadang sulit
dilakukan apabila kita memberinya makanan yang langsung didapat dari
alam. Dengan demikian maka problem yang sering dialami seperti ukuran
makanan lebih besar dari lebar bukaan mulut kodok tidak perlu terjadi lagi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit, Hama dan Penyebabnya
Penyakit kodok umumnya disebabkan oleh serangan jamur dan bakteri. Paha
kaki berwarna merah, luka dan kulit melepuh adalah penyakit yang menyerang
kodok yang berumur 1-2 bulan, menular dan menyerang sistem saraf, sehingga
akan mati dalam beberapa jam.
7.2. Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama
Bakteri bisa menyerang kecebong, gejalanya ekor luka dan berwarna putih.
Penanggulangannya dengan memisahkan kecebong yang terserang, kolam
dibersihkan dengan PK, dosis 0,05 gram/ liter 15 hari sekali, jangan
memberikan makanan yang kandungan proteinnya melebihi dosis 10–15%
karena perut kodok akan menjadi kembung. Pengobatan dengan antibiotika
streptomisin/tetrasiklin, obat luar dengan penggunaan betadine, atau direndam
dalam NaCl 0,15 gram/liter air selama 30 menit, diulang sampai 4 kali.
7.3. Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pengobatan kaki merah dan bisul pada kodok, dengan memandikan kodok
dalam larutan Nifurene 50–100 gram/m2 air, atau dengan suntikan teramisin 25
mg/kg, atau streptomycin 20 mg/kg berat kodok. Penyakit dubur keluar diobati
dengan cara pisahkan dan istirahatkan 2–3 hari dan tidak diberi makan.
Penyakit lainnya adalah dubur keluar (ambaien) pada percil (kodok muda).
Untuk mengatasinya, populasi tidak boleh terlalu padat dan kolam harus bersih
dan pemberian kadar kalori dalam makanan tidak boleh melebihi dosis 3400
cl/kg makanan.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Hasil utama yang dihasilkan adalah dagingnya
8.2. Hasil Tambahan
Sedangkan hasil tambahan yang dapat diperoleh adalah dengan mengolah
limbah hasil pemotongan untuk dijadikan silase; dengan penambahan propionat
dan asam formiat dengan jalan digiling bersama sama maka makanan untuk
ternak ini tahan hingga 2 bulan pada suhu sedang. Hasil sampingan lainnya
adalah dengan dijadikan tepung, dimana kandungan mineral dan proteinnya
masih cukup tinggi untuk dijadikan bahan tambahan pakan ternak. Kodok yang
tidak dijual/afkir dapat diambil hiphofisanya untuk proses pemijahan berikutnya.
8.3. Penangkapan
Sebelum disiangi, biasanya kodok-kodok tersebut ditempatkan pada
penampungan. Tempat penampungan kodok bisa berupa kotak kayu atau bak
semen yang drainasenya lancar.
9. PASCAPANEN
Proses penanganan pasca panen juga sangatlah mudah. Untuk menjaga agar
kodok tetap hidup dan segar, maka kita bisa menggunakan karung goni atau
tas kain yang dibasahi. Pengangkutan paling aman dilakukan pada pagi hari
atau sore hari. Apabila pengangkutan dilakukan untuk jarak jauh maka perlu
dibuatkan kotak kayu yang didesain secara khusus, dan kapasitasnya
disesuaikan dengan besarnya kotak kayu tersebut.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Gambaran analisis ekonomi usaha budidaya kodok lembu (rana catesbeiana),
untuk memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh dan untuk menghindari
pos-pos yang tidak penting.
Adapun usaha pembenihan kodok skala kecil 200 M2 dengan anggapan
sebagai berikut:
a) Luas Tanah : 200 m2
b) Luas Kolam : 125 m2
- kolam penyimpanan induk: 9 m2
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 9/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
- kolam induk jantan: 3m2
- kolam induk betina: 3 m2
- kolam pemijahan/perkawinan: 9 m2
- kolam penetasan: 8 m2
- kolam kecebong: 21 m2
- kolam percil: 20 m2
- kolam kodok dewasa: 30 m2
- saluran air dan lainnya: 22 m2
c) Jumlah Induk.
- induk betina: 6 ekor, jantan: 4 ekor
- induk yang dikawinkan: 3 betina 2 jantanr
- telur yang dihasilkan sebanyak + 30,000 butir/pemijahan.
d) Lama pemeliharaan: 5 bulan
e) Frekuensi pemijahan: 3 kali / setahun
f) Jenis makanan yang diberikan : cacing, belatung, anak ikan, cincangan
bekicot, tepung dengan kadar protein + 35 %.
Sedangkan perkiraan analisis usaha ekonomi budidaya kodok sebagai berikut:
1) Modal investasi
a. pembangunan kolam/kandang 125 m2 Rp. 2.500.000,-
b. alat-alat dan induk Rp. 500.000,-
2) Modal kerja ( operasional )
a. Biaya tetap
- penyusutan bangunan ( 8 % ) Rp. 200.000,-
- penyusutan peralatan ( 20 %) Rp. 100.000,-
- bunga modal ( 18 %) Rp. 540.000,-
- upah ( 1 orang setahun ) Rp. 360.000,-
b. Biaya variabel
- pakan kodok 4.500 kg @ Rp. 250,- Rp. 1.125.000,-
- pakan kecebong 200 kg 2 Rp. 400,- Rp. 80.000,-
- perbaikan kandang ( 5% ) Rp. 150.000,-
- sewa tanah Rp. 35.000,-
- administrasi dan pemasaran Rp. 200.000,-
- lain-lain Rp. 292.500,-
Jumlah modal yang dibutuhkan Rp. 6.082.500,-
3) Penjualan
a. Produksi percil 45.000 ekor * @ Rp. 100 Rp. 4.500.000,-
b. Produksi kodok niaga** 2 x 1.500 @ Rp. 300 Rp. 900.000,-
Jumlah pemasukan Rp. 5.400.000,-
4) Biaya Operasional
a. Biaya tetap Rp. 1.200.000,-
b. Biaya variabel Rp. 1.882.500,-
Jumlah biaya operasional Rp. 3.082.500,-
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 10/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5) Pendapatan bersih sebelum pajak Rp. 2.317.500,-
6) Pajak 15 % Rp. 347.625,-
7) Pendapatan bersih Rp. 1.969.875,-
8) P V = 0,61
9) Break event point ( B.E.P ) Rp. 1.843.317,90
10) BC = 1,75
11) Waktu pengembalian kredit ( PPC ) = 1.5 tahun
Sumber: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar ( Balitkanwar ) Bogor, ( Jl.
Sempur No 1. Bogor )
Keterangan:
- Produksi percil dihitung hanya yang hidup, sekitar 55% dari 3 kali pemijahan.
Mortalitas sekitar 45%.
- Diantara percil yang hidup, kurang lebih 1.500 ekor dibesarkan menjadi
kodok niaga. Selama setahun produksi kodok niaga bisa dipanen 2 kali.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Kodok merupakan komoditi ekspor nonmigas yang cukup potensial. Sejak
tahun 1969 Indonesia telah mengeskpor paha kodok ke berbagai negar.
Bahkan Indonesia sebagai negara pengekspor paha kodok terbesar ketiga
setelah India dan Bangladesh. Kini semakin langkanya kodok di alam akibat
pemburuan besar-besaran sehingga semakin berkurangnya persediaan akan
daging kodok. Hal ini menuntut diadakannya budidaya kodok secara intensif
untuk menghasilkan daging kodok yang masih menjadi budidaya ekspor yang
dapat memberikan keuntungan.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Susanto, Heru, Budidaya Kodok Unggul, Penebar Swadaya, jakarta
1998,126 hal
2) Membudidayakan Katak Hijau di Pekarangan, Sinar Tani, 23 Juni 1993
3) Budidaya Kodok Lembu, Dinas Perikanan Propinsi DT I Jawa Barat,1990
4) Pengganggu Kodok Lembu, Tumbuh, Oktober 1992.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 11/ 11
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5) Triwibowo,R,drh, Teknik Pemijahan Ternak Kodok, Trubus, 10 oktober
1993.
6) Budidaya Kodok Unggul, Trubus, Oktober 1989.
7) Limbah Kodok Alternatif Tepung Ikan, Surabaya Post, 6 Juli 1993.
8) Tepung Kodok Pakan Ternak Berprotein Tinggi, Agrobis, 8 Nopember 1993
12. KONTAK HUBUNGAN
1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman

BUDIDAYA TERNAK LEBAH

1. SEJARAH SINGKAT
Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia.
Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang
pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga
menghasilkan produk yang yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan
yaitu royal jelly, pollen, malam (lilin) dan sebagainya. Selanjutnya manusia
mulai membudidayakan dengan memakai gelodog kayu dan pada saat ini
dengan sistem stup.
Di Indonesia lebah ini mempunyai nama bermacam-macam, di Jawa disebut
tawon gung, gambreng, di Sumatera barat disebut labah gadang, gantuang,
kabau, jawi dan sebagainya. Di Tapanuli disebut harinuan, di Kalimantan
disebut wani dan di tataran Sunda orang menyebutnya tawon Odeng.
2. SENTRA PERIKANAN
Di Indonesia sentra perlebahan masih ada di sekitar Jawa meliputi daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dengan jumlah produksi sekitar 2000–2500
Ton untuk lebah budidaya. Kalimantan dan Sumbawa merupakan sentra untuk
madu dari perburuan lebah di hutan. Sedang untuk sentra perlebahan dunia
ada di CIS (Negara Pecahan Soviet), Jerman, Australia, Jepang dan Italia.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
3. JENIS
Lebah termasuk hewan yang masuk dalam kelas insekta famili Apini dan genus
Apis. Spesiesnya bermacam-macam, yang banyak terdapat di Indonesia
adalah A. cerana, A. Dorsata A. Florea. Jenis unggul yang sering
dibudidayakan adalah jenis A. mellifera.
Menurut asal-usulnya lebah dibagi 4 jenis berdasar penyebarannya:
1) Apis cerana, diduga berasal dari daratan Asia menyebar sampai
Afghanistan, Cina maupun Jepang.
2) Apis mellifera, banyak dijumpai di daratan Eropa, misalnya Prancis, Yunani
dan Italia serta di daerah sekitar Mediterania.
3) Apis Dorsata, memiliki ukuran tubuh paling besar dengan daerah
penyebaran sub tropis dan tropis Asia seperti Indonesia, Philipina dan
sekitarnya. Penyebarannya di Indonesia merata mulai dari Sumatera sampai
Irian.
4) Apis Florea merupakan spesies terkecil tersebar mulai dari Timur Tengah,
India sampai Indonesia. Di Indonesia orang menyebutnya dengan tawon
klanceng.
4. MANFAAT
Produk yang dihasilkan madu adalah:
1) Madu sebagai produk utama berasal dari nektar bunga merupakan makanan
yang sangat berguna bagi pemeliharaan kesehatan, kosmetika dan farmasi.
2) Royal jelly dimanfaatkan untuk stamina dan penyembuhan penyakit, sebagai
bahan campuran kosmetika, bahan campuran obat-obatan.
3) Pollen (tepung sari) dimanfaatkan untuk campuran bahan obatobatan/
kepentingan farmasi.
4) Lilin lebah (malam) dimanfaatkan untuk industri farmasi dan kosmetika
sebagai pelengkap bahan campuran.
5) Propolis (perekat lebah) untuk penyembuhan luka, penyakit kulit dan
membunuh virus influensa.
Keuntungan lain dari beternak lebah madu adalah membantu dalam proses
penyerbukan bunga tanaman sehingga didapat hasil yang lebih maksimal.
5. PERSYARATAN LOKASI
Suhu ideal yang cocok bagi lebah adalah sekitar 26 derajat C, pada suhu ini
lebah dapat beraktifitas normal. Suhu di atas 10 derajat C lebah masih
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
beraktifitas. Di lereng pegunungan/dataran tinggi yang bersuhu normal (25
derajat C) seperti Malang dan Bandung lebah madu masih ideal dibudidayakan.
Lokasi yang disukai lebah adalah tempat terbuka, jauh dari keramaian dan
banyak terdapat bunga sebagai pakannya.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Dalam pembudidayaan lebah madu yang perlu dipersiapkan yaitu:
Lokasi budidaya, kandang lebah modern (stup), pakaian kerja dan peralatan
Syarat yang utama yang harus yang dipenuhi dalam budidaya lebah adalah ada
seekor ratu lebah dan ribuan ekor lebah pekerja serta lebah jantan. Dalam satu
koloni tidak boleh lebih dari satu ratu karena antar ratu akan saling bunuh untuk
memimpin koloni.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Perkandangan
a. Suhu
Perubahan suhu dalam stup hendaknya tidak terlalu cepat, oleh karena itu
ketebalan dinding perlu diperhatikan untuk menjaga agar suhu dalam stup
tetap stabil. Yang umum digunakan adalah kayu empuk setebal 2,5 cm.
b. Ketahanan terhadap iklim
Bahan yang dipakai harus tahan terhadap pengaruh hujan, panas, cuaca
yang selalu berubah, kokoh dan tidak mudah hancur atau rusak.
c. Konstruksi
Konstruksi kandang tradisional dengan menggunakan gelodok dari
bambu, secara modern menggunakan stup kotak yang lengkap dengan
framenya.
2) Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam budidaya lebah terdiri dari: masker,
pakaian kerja dan sarung tangan, pengasap, penyekat ratu, sangkar ratu,
sapu dan sikat, tempat makan, pondamen sarang, alat-alat kecil, peralatan
berternak ratu dan lain-lain.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6.2. Pembibitan
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Bibit lebah unggul yang di Indonesia ada dua jenis yaitu A. cerana (lokal) dan
A. mellifera (impor). Ratu lebah merupakan inti dari pembentukan koloni
lebah, oleh karena itu pemilihan jenis unggul ini bertujuan agar dalam satu
koloni lebah dapat produksi maksimal. ratu A. cerana mampu bertelur 500-
900 butir per hari dan ratu A. mellifera mampu bertelur 1500 butir per hari.
Untuk mendapatkan bibit unggul ini sekarang tersedia tiga paket pembelian
bibit lebah:
a. paket lebah ratu terdiri dari 1 ratu dengan 5 lebah pekerja.
b. paket lebah terdiri dari 1 ratu dengan 10.000 lebah pekerja.
c. paket keluarga inti terdiri dari 1 ratu dan 10.000 lebah pekerja lengkap
dengan 3 sisiran sarang.
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Lebah yang baru dibeli dirawat khusus. Satu hari setelah dibeli, ratu
dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam stup yang telah disiapkan. Selama 6
hari lebah-lebah tersebut tidak dapat diganggu karena masih pada masa
adaptasi sehingga lebih peka terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan. Setelah itu baru dapat dilaksanakan untuk perawatan dan
pemeliharaan rutin.
3) Sistem Pemuliabiakan
Pemuliabiakan pada lebah adalah menciptakan ratu baru sebagai upaya
pengembangan koloni. Cara yang sudah umum dilaksanakan adalah dengan
pembuatan mangkokan buatan untuk calon ratu yang diletakkan dalam
sisiran. Tetapi sekarang ini sudah dikembangkan inseminasi buatan pada
ratu lebah untuk mendapatkan calon ratu dan lebah pekerja unggul.
Pemuliabiakan lebah ini telah berhasil dikembangkan oleh KUD Batu
Kabupaten Malang.
4) Reproduksi dan Perkawinan
Dalam setiap koloni terdapat tiga jenis lebah masing-masing lebah ratu,
lebah pekerja dan lebah jantan. Alat reproduksi lebah pekerja berupa
kelamin betina yang tidak berkembang sehingga tidak berfungsi, sedangkan
alat reproduksi berkembang lebah ratu sempurna dan berfungsi untuk
reproduksi.
Proses Perkawinan terjadi diawali musim bunga. Ratu lebah terbang keluar
sarang diikuti oleh semua pejantan yang akan mengawininya. Perkawinan
terjadi di udara, setelah perkawinan pejantan akan mati dan sperma akan
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
disimpan dalam spermatheca (kantung sperma) yang terdapat pada ratu
lebah kemudian ratu kembali ke sarang. Selama perkawinan lebah pekerja
menyiapkan sarang untuk ratu bertelur.
5) Proses Penetasan
Setelah kawin, lebah ratu akan mengelilingi sarang untuk mencari sel-sel
yang masih kosong dalam sisiran. Sebutir telur diletakkan di dasar sel.
Tabung sel yang telah yang berisi telur akan diisi madu dan tepung sari oleh
lebah pekerja dan setelah penuh akan ditutup lapisan tipis yang nantinya
dapat ditembus oleh penghuni dewasa.
Untuk mengeluarkan sebutir telur diperlukan waktu sekitar 0,5 menit, setelah
mengeluarkan 30 butir telur, ratu akan istirahat 6 detik untuk makan. Jenis
tabung sel dalam sisiran adalah:
a. Sel calon ratu, berukuran paling besar, tak teratur dan biasanya terletak di
pinggir sarang.
b. Sel calon pejantan, ditandai dengan tutup menonjol dan terdapat titik
hitam di tengahnya.
c. Sel calon pekerja, berukuran kecil, tutup rata dan paling banyak
jumlahnya.
Lebah madu merupakan serangga dengan 4 tingkatan kehidupan yaitu telur,
larva, pupa dan serangga dewasa. Lama dalam setiap tingkatan punya
perbedaan waktu yang bervariasi. Rata-rata waktu perkembangan lebah:
a. Lebah ratu: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 1 hari,
iatirahat 2 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 3 hari,
total waktu jadi lebah 15 hari.
b. Lebah pekerja: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 2
hari, iatirahat 3 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7
hari, total waktu jadi lebah 21 hari.
c. Lebah pejantan: menetas 3 hari, larva 6 hari, terbentuk benang penutup 3
hari, iatirahat 4 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7
hari, total waktu jadi lebah 24 hari.
Selama dalam periode larva, larva-larva dalam tabung akan makan madu
dan tepung sari sebanyak-banyaknya. Periode ini disebut masa aktif,
kemudian larva menjadi kepompong (pupa). Pada masa kepompong lebah
tidak makan dan minum, di masa ini terjadi perubahan dalam tubuh pupa
untuk menjadi lebah sempurna. Setelah sempurna lebah akan keluar sel
menjadi lebah muda sesuai asal selnya.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6.3. Pemeliharaan
1) Sanitasi, Tindakan Preventif dan Perawatan
Pada pengelolaan lebah secara modern lebah ditempatkan pada kandang
berupa kotak yang biasa disebut stup. Di dalam stup terdapat ruang untuk
beberapa frame atau sisiran. Dengan sistem ini peternak dapat harus rajin
memeriksa, menjaga dan membersihkan bagian-bagian stup seperti
membersihkan dasar stup dari kotoran yang ada, mencegah semut/serangga
masuk dengan memberi tatakan air di kaki stup dan mencegah masuknya
binatang pengganggu.
2) Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan ini meliputi menyingkirkan lebah dan sisiran sarang abnormal
serta menjaga kebersihan stup.
3) Pemberian Pakan
Cara pemberian pakan lebah adalah dengan menggembala lebah ke tempat
di mana banyak bunga. Jadi disesuaikan dengan musim bunga yang ada.
Dalam penggembalaan yang perlu diperhatikan adalah :
a. Perpindahan lokasi dilakukan malam hari saat lebah tidak aktif.
b. Bila jarak jauh perlu makanan tambahan (buatan).
c. Jarak antar lokasi penggembalaan minimum 3 km.
d. Luas areal, jenis tanaman yang berbunga dan waktu musim bunga.
Tujuan utama dari penggembalaan ini adalah untuk menjaga kesinambungan
produksi agar tidak menurun secara drastis. Pemberian pakan tambahan di
luar pakan pokok bertujuan untuk mengatasi kekurangan pakan akibat
musim paceklik/saat melakukan pemindahan stup saat penggeembalaan.
Pakan tambahan tidak dapat meningkatkan produksi, tetapi hanya berfungsi
untuk mempertahankan kehidupan lebah. Pakan tambahan dapat dibuat dari
bahan gula dan air dengan perbandingan 1:1 dan adonan tepung dari
campuran bahan ragi, tepung kedelai dan susu kering dengan perbandingan
1:3:1 ditambah madu secukupnya.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
Di daerah tropis penyakit lebah jarang terjadi dibandingkan dengan daerah sub
tropis/daerah beriklim salju. Iklim tropis merupakan penghalang terjalarnya
penyakit lebah. Kelalaian kebersihan mendatangkan penyakit. Beberapa
penyakit pada lebah dan penyebabnya antara lain:
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
1) Foul Brood ; ada dua macam penyakit ini yaitu American Foul Brood
disebabkan oleh Bacillus larva dan European Foul Brood.
Penyebab: Streptococcus pluton. Penyakit ini menyerang sisiran dan
tempayak lebah.
2) Chalk Brood
Penyebab: jamur Pericustis Apis. Jamur ini tumbuh pada tempayak dan
menutupnya hingga mati.
3) Stone Brood
Penyebab: jamur Aspergillus flavus Link ex Fr dan Aspergillus fumigatus
Fress. Tempayak yang diserang berubah menjadi seperti batu yang keras.
4) Addled Brood
Penyebab: telur ratu yang cacat dari dalam dan kesalahan pada ratu.
5) Acarine
Penyebab: kutu Acarapis woodi Rennie yang hidup dalam batang
tenggorokkan lebah hingga lebah mengalami kesulitan terbang.
6) Nosema dan Amoeba
Penyebab: Nosema Apis Zander yang hidup dalam perut lebah dan parasit
Malpighamoeba mellificae Prell yang hidup dalam pembuluh malpighi lebah
dan akan menuju usus.
7.2. Hama
Hama yang sering mengganggu lebah antara lain:
1) Burung, sebagai hewan yang juga pemakan serangga menjadikan lebah
sebagai salah satu makanannya.
2) Kadal dan Katak, gangguan yang ditimbulkan sama dengan yang dilakukan
oleh burung.
3) Semut, membangun sarang dalam stup dan merampas makanan lebah.
4) Kupu-kupu, telur kupu-kupu yang menetas dalam sisiran menjadi ulat yang
dapat merusak sisiran.
5) Tikus, merampas madu dan merusak sisiran.
7.3. Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama
Upaya mencegah serangan penyakit dan hama tindakan yang perlu adalah:
1) Pembersihan stup setiap hari.
2) Memperhatikan abnormalitas tempayak, sisiran dan kondisi lebah.
3) Kaki-kaki stup harus diberi air untuk mencegah serangan semut.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
4) Pintu masuk dibuat seukuran lebah.
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Madu merupakan hasil utama dari lebah yang begitu banyak manfaatnya dan
bernilai ekonomi tinggi.
8.2. Hasil Tambahan
Hasil tambahan yang punya nilai dan manfaat adalah royal jelly (susu ratu),
pollen (tepungsari), lilin lebah (malam) dan propolis (perekat lebah).
8.3. Pengambilan madu
Panen madu dilaksanakan pada 1-2 minggu setelah musim bunga. Ciri-ciri
madu siap dipanen adalah sisiran telah tertutup oleh lapisan lilin tipis.
Sisiran yang akan dipanen dibersihkan dulu dari lebah yang masih menempel
kemudian lapisan penutup sisiran dikupas. Setelah itu sisiran diekstraksi untuk
diambil madunya.
Urutan proses panen:
1) Mengambil dan mencuci sisiran yang siap panen, lapisan penutup dikupas
dengan pisau.
2) Sisiran yang telah dikupas diekstraksi dalam ekstraktor madu.
3) Hasil disaring dan dilakukan penyortiran.
4) Disimpan dalam suhu kamar untuk menghilangkan gelembung udara.
5) Pengemasan madu dalam botol.
9. PASCAPANEN

TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya lebah madu dengan jumlah 100 koloni lebahdalam
satu tahun pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Biaya Produksi
a. Penyusutan kamar madu 16 m2 (0,05xRp.1.600.000,-) Rp. 80.000,-
b. Penyusutan rumah lebah 100 m2 (0,1xRp.2.500.000,-) Rp. 250.000,-
c. Paket lebah 100 buah @ Rp. 100.000,- Rp. 10.000.000,-
d. Penyusutan ekstraktor 1 buah (0,1xRp. 225.000,-) Rp. 22.500,-
e. Penyusutan pengasap 2 buah (0,5xRp. 50.000,-) Rp. 25.000,-
f. Penyusutan stup 100 buah (0,2xRp.2.500.000,-) Rp. 500.000,-
g. Perawatan bangunan (2%xRp.4.100.000,-) Rp. 82.000,-
h. Gaji 2 orang @ Rp. 200.000,-x12 Rp. 4.800.000,-
i. Pakai, sarung tangan, dll Rp. 250.000,-
j. Makanan Rp. 100.000,-
k. Botol dan lain-lain Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 16.509.500,-
2) Pendapatan
a. Madu 1200 kg @ Rp. 13.000,- Rp. 15.600.000,-
b. Paket lebah 30 buah @ Rp. 150.000,- Rp. 4.500.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 20.100.000,-
3) Keuntungandalam satu tahun Rp. 3.590.500,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. B/C ratio = 1,22
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Beternak lebah madu memiliki prospek sangat cerah, karena kebutuhan madu
dalam negeri sampai saat ini masih belum mencukupi. Harga dari produk lebah
yang tinggi, biaya produksi yang relatif murah, tatalaksana pemeliharaan yang
mudah dan kondisi lingkungan yang mendukung merupakan peluang emas
yang perlu mendapat perhatian.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Marhiyanto, B., 1999, Peluang Bisnis beternak Lebah, Gitamedia Press,
Surabaya.
2) Sumoprastowo, RM, Suprapto Agus, R,. 1993, Beternak Lebah Madu
Modern, Bhratara, Jakarta.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
3) Trubus 4, 1988, Manisnya Rupiah dari Madu Lebah, Penebar Swadaya,
Jakarta.
4) ______________, Menghasilkan Madu Berkualitas Tinggi, Penebar
Swadaya, Jakarta.
5) Trubus 250, 1990, Petak Madu Uji Coba Untuk Menghasilkan Madu
Beraneka Rasa, Penebar Swadaya, Jakarta.
6) Trubus 273, 1992, Mutu Madu Indonesia Dibanding Impor, Penebar
Swadaya, Jakarta.
7) ______________, Menggembala Lebah Ala Australia, Penebar Swadaya,
Jakarta.
8) ______________, Pemasaran Madu Indonesia dihambat Kadar Air,
Penebar Swadaya, Jakarta.
9) Trubus 276, 1992, Beternak Lebah di Jerman, Penebar Swadaya, Jakarta.
10) Yunus, M, Minarti, S. 1995, Aneka Tetnak, Universitas Brawijaya, Malang.

BUDIDAYA CACING TANAH ( Lumbricus sp.)

1. SEJARAH SINGKAT
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang
belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili
terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae
Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi
masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat
menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-
Sumedang dan sekitarnya.
3. JENIS
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili
Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia,
Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 2/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain:
Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai
bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan.
Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen
yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32.
Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya
lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi
jenis lain.
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen.
Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan
silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis
Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.
Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah
kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada
segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam
pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius.
Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua
jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat
badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak
banyak bergerak
4. MANFAAT
Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga
memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan
penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan
meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga
cacing tanah dapat digunakan sebagai:
1) Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan
kodok.
2) Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam,
menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit
gigi dan tipus.
3) Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan
baku pembuatan lipstik.
4) Makanan Manusia
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 3/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan
sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam
jumlah yang besar.
2) Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur),
kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai
bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh
tubuhnya.
3) Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit
asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam
tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan
atau fermentasi.
4) Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
cacing tanah adalah antara 15-30 %.
5) Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan
kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang
lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan
kelembaban optimal.
6) Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan
pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung,
misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus
(permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan
sinar dan tidak menyimpan panas.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan
mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah
liat.
Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah
yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak
bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang
dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka).
Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk,
pancing bertingkat atau pancing berjajar..
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 4/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6.2. Pembibitan
Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu
media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan
kandang pelindung.
1) Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit
yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila
akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam,
yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan
kotoran hewan.
2) Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
a. pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang
digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika
sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang
lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
b. pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah
bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
c. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
d. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke
bak lain.
e. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3) Sistem Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada,
maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan.
Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media,
tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah
diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke
dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain
dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di
atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam
waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu
betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing
akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus
segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara
disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat
berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
4) Reproduksi, Perkawinan
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 5/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin
jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan,
tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah,
masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api.
Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon
akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor.
Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam
waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang
ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama
7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
6.3. Pemeliharaan
1) Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat
cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang
harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah
berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai
media.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah,
antara lain :
- pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara
diblender.
- bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh
permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
- pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus
cahaya.
- pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu,
harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
- bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai
perbandingan air 1:1.
3) Penggantian Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur
(kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak
dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata
penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
4) Proses Kelahiran
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 6/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan,
dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar,
kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu.
Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai
bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk
kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan
persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap
basah.
7. HAMA DAN PENYAKIT
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap
hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah
antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai,
ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain.
Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing
tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini
diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut
merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi
air cukup.
8. PANEN
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat
diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).
Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah
dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon
atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka
akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan
cacing tanah itu dengan medianya.
Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik
sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul,
kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.
Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka
sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30
hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat
diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya
siap di panen.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 7/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
9. PASCAPANEN
….
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya cacing tanah di Bandung (Jawa Barat) pada ahun
1999 adalah sebagai berikut:
1) Modal tetap
a. Sewa tanah seluas 200 m2/tahun Rp. 120.000,-
b. Kandang pelindung:bahan bambu & atap rumbia Rp. 150.000,-
c. Kandang ternak uk 1,5X18 m2 , Tg 50 Cm :11 bh Rp. 600.000,-
d. Media :
- Bahan media 6 Ton, @ Rp. 100,00 Rp. 600.000,-
- Plastik 200 m, @ Rp. 1600,00/m Rp. 320.000,-
- Pelepah Pisang Rp. 25.000,-
Jumlah Rp. 1.815.000,-
2. Biaya Penyusutan
a. Tanah Rp. 40.000,-
b. Kandang Pelindung Rp. 16.667,-
c. Kandang Ternak Rp. 66.667,-
d. Media
- Bahan Media Rp. 300.000,-
- Plastik Rp. 160.000,-
- Pelepah Pisang Rp. 6.250,-
Jumlah Rp. 589.584,-
3. Modal Kerja
a. Bibit sebanyak 40 Kg, @ Rp. 200.000,00/Kg Rp. 8.000.000,-
b. Pakan dalam bentuk limbah sayur(petsai, Mentimun)
5 Ton @Rp. 500,- Rp. 2.500.000,-
c. Tenaga Kerja 4 orang @ Rp. 100.000,-/bulan Rp. 400.000,-
Jumlah Rp. 10.900.000,-
4. Jumlah modal yang dibutuhkan :
a. Modal tetap Rp. 1.815.000,-
b. Modal kerja Rp. 10.900.000,-
Jumlah Rp. 12.715.000,-
5. Produksi/4 bulan
Selama 4 bulan 1600 Kg, @ Rp.210.000,-/Kg Rp. 336.000.000,-
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
6. Biaya produksi/4 bulan
a. Biaya penyusutan Rp. 589.584,-
b. Modal kerja Rp. 10.900.000,-
Jumlah Rp. 11.489.584,-
7. Keuntungan/4 bulan
a. Produksi/4 bulan Rp. 336.000.000,-
b. Biaya produksi/4 bulan Rp. 1.489.584,-
Jumlah Rp. 324.510.416,-
8. Break Even Point
a. Keuntungan/4 bulan Rp. 324.510.416,-
b. Biaya Produksi/4 bulan Rp. 11.489.584,-
Jumlah Rp. 313.020.822,-
Keuntungan selama 4 bulan Rp. 313.020.822,-
Untung bersih Produksi Rp. 313.020.822,-/120 hr Rp. 2.608.506,-
BEP = Biaya Tetap [ 1 - (Biaya Penyusutan : Keuntungan)]
= Rp. 1.815.000,00 [ 1 - (Rp. 589.584 : Rp. 324.510.416,-)]
= Rp. 1.815.000,00 [ 1- 0.0018 ]
= Rp. 1.815.000,00 X 0.9982
= Rp. 1.811.733,00
Artinya tingkat hasil penjualan sebesar Rp. 1.811.733,00/4 bulan
9. Tingkat Pengembalian Modal
Jumlah Modal Yang Diperlukan
Modal Kembali = __________________________ X 1bulan
(keuntungan + penyusutan)
= 1,733 bulan atau 2 bulan dalam 1 kali Produksi
Jadi tempo yang diperlukan untuk menutupi kembali Investasi adalah dalam
1 kali panen atau 2 bulan.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat
respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan
karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi
cacing tanah. Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar
dengan penanganan yang baik.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 9/ 9
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Asep, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2
Juli 1999).
2) Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, Cacing Tanah (Jakarta : Penebar
Swadaya, 1992).
3) Endang, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
4) Hamzah, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
5) Hud, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
6) Rudi, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2 Juli
1999).
7) Sayuti, Fahri, Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah (Bandung : Pusat
Latihan Dan Pengembangan, 1999).
8) Syaeful, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
9) Waluyo,Neno, Wawancara dengan Mahasiswa Peternak Cacing Tanah
(Bogor : Kamis, 24 Juni l999).
12. KONTAK HUBUNGAN
1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman

BUDIDAYA BURUNG WALET ( Collacalia fuciphaga )

1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak
pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langitlangit
untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 2/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga
4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.
5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan
penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar
antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu
lubang, berdiameter 4 cm.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 3/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
2) Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi
dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan
tinggi.
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen
dapat disirami air setiap hari.
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayukayu
yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat.
Atapnya terbuat dari genting.
Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputarputar
dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang.
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang
dicat hitam.
6.2. Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi,
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu
waktu burung kembali mencari makan.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 4/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet
yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
a. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya.
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan
peneropongan.
b. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan
telur tua lebih rendah.
3) Penetasan Telur Walet
a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta
mencari makan.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 5/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk
memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air
didalam cawan tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan
sampai hari ke-12.
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan
pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.
6.3. Pemeliharaan
1) Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.
Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet
dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak.
Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet
dewasa.
2) Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 6/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk
mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
3) Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang
akan digunakan untuk sarang tikus.
2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi umpan
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu
semut disiram dengan air panas.
3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida,
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang
agar tidak menjadi tempat persembunyian.
4) Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 7/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:
1) Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan
waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
2) Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk
menetaskan telurnya.
3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman
sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
1) Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen
selanjutnya dengan pola buang telur.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan
dan buang telur.
3) Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk
memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotorankotoran
yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang
walet yang bersih dengan yang kotor.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:
1) Modal tetap
a. Gedung Rp. 13.000.000,-
b. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
c. Perlengkapan Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-
2) Modal Kerja
a. Biaya Pengadaan
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
- Transportasi Rp. 100.000,-
- Makan Rp. 50.000,-
b. Biaya Kerja
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
- Panen Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-
3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
a. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
b. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 9/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
a sarang burung walet menghasilkan 1 kg
b sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
c untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg
d untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg
5) Biaya produksi
a. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
b. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-
6) Penjualan
a. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
b. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-
Untuk 5 tahun
a. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
b. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
7) Break Even Point
a. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
b. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
c. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
d. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
e. BEP 232.919
8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.
Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan
masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang
telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang
burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 10/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2) Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3) Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4) Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta: Penebar
Swadaya, 1994.
12. KONTAK HUBUNGAN
1) Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2) Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8,
Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman